Senin, 20 April 2015

" Manajemen Kelas yang Ideal "

I.       Pendahuluan
A.    Pentingnya Manajemen Kelas
Kelas merupakan tempat belajar bagi siswa dan tempat mereka bertumbuh dan dan berkembang baik secara fisik, intelektual, maupun emosional. Oleh karena itu, kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan tempat belajar yang menyenangkan, di mana komponen-komponen pengajaran yakni murid dan guru terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang akan menciptakan suatu proses interaksi yang edukatif. 
B.     Pengertian Manajemen Kelas
Manajemen kelas adalah usaha sadar untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan, serta melaksanakan pengawasan atau supervisi terhadap program dan kegiatan yang ada di kelas sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara sistematis, efektif, dan efisien, sehingga segala potensi peserta didik mampu dioptimalkan.
C.    Tujuan, Prinsip dan Pendekatan Manajemen Kelas
Keberhasilan sebuah kegiatan dapat dilihat dari hasil yang dicapainya. Dalam proses manajemen kelaskeberhasilannya dapat dilihat dari tujuan apa yang ingin dicapainya, oleh karena itu guru harus menetapkan tujuan apa yang hendak dicapai dengan kegiatan manajemen kelas yang dilakukannya. Manajemen kelas pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Ketercapaian tujuan manajemen kelas dapat dideteksi atau dilihat dari :
1.      Anak-anak memberikan respon yang setimpal terhadap perlakuan yang sopan dan penuh perhatian dari orang dewasa. Artinya, bahwa perilaku yang diperlihatkan peserta didik seberapa tinggi, seberapa baik dan seberapa besar terhadap pola perilaku yang diperlihatkan guru kepadanya di dalam kelas.
2.      Mereka akan bekerja dengan rajin dan penuh konsentrasi dalam melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya. Perilaku yang diperlihatkan guru berupa kinerja dan pola perilaku orang dewasa dalam nilai dan norma balikannya akan berupa peniruan dan percontohan oleh peserta didik baik atau buruknya amat bergantung kepada bagaimana perilaku itu diperankan.
Prinsip-prinsip manajemen kelas yang dikembangkan oleh Djamarah (2006), terdiri dari:
1.      Hangat dan Antusias. Guru yang hangat dan akrab pada peserta didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2.      Tantangan. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah peserta didik untuk belajar sehingga mengurangi potensi munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3.      Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan peserta didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian peserta didik.
4.      Keluwesan. Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan peserta didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
5.      Penekanan Hal yang Positif. Guru harus mampu menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negatif.
6.      Penanaman Kedisiplinan. Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah peserta didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan tangggung jawab.
Terdapat berbagai pendekatan dalam manajemen kelas. Berikut ini disajikan beberapa pendekatan dalam manajemen kelas, antara lain :
1.      Pendekatan Kekuasaan adalah suatu proses untuk mengontrol tingkah laku peserta didik di dalam kelas.
2.      Pendekatan Ancaman merupakan salah satu pendekatan untuk mengontrol perilaku peserta didik di dalam kelas.
3.      Pendekatan Kebebasan adalah suatu proses untuk membantu peserta didik agar merasa memiliki kebebasan untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan apa yang ia pahami dan ia inginkan.
4.      Pendekatan Resep dilaksanakan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah/ situasi yang terjadi di dalam kelas.
5.      Pendekatan Pengajaran didasarkan atas suatu anggapan bahwa pengajaran yang baik akan mampu mencegah munculnya masalah yang disebabkan oleh peserta didik di dalam kelas.
6.      Pendekatan Perubahan Tingkah Laku diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku peserta didik di dalam kelas.
7.      Pendekatan Sosio Emosional. Pendekatan ini akan tercapai secara optimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas.
8.      Pendekatan kerja Kelompok. Pendekatan ini memandang peran guru sebagai pencipta terbentuknya kelompok belajar yang ada di kelas.
9.      Pendekatan Elektis atau Pluralistik yaitu pengelolaan kelas dengan memanfaatkan berbagai macam pendekatan dalam rangka menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang efektif dan efisien.
10.  Pendekatan Teknologi dan Informasi. Pendekatan ini berasumsi bahwa pembelajaran tidak cukup hanya dengan kegiatan ceramah dan transfer pengetahuan semata, bahwa pembelajaran yang modern perlu memanfaatkan penggunaan teknologi dan informasi di dalam
II.    Kelas yang Kondusif bagi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
A.    Pengertian Kelas dan KBM
Menurut Ade Pidarta kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu yang dilengkapi tugas-tugas diarahkan oleh guru. Sedangkan KBM adalah bentuk penyelenggaraan  pendidikan, memadukan secara sistematis dan berkesinambungan kegiatan pendidikan didalam dan diluar lingkungan sekolah, dalam menyediakan ragam pengalaman belajar.
B.     Latar Belakang Siswa dan Pengaruhnya terhadap Kondisi Kelas
Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam : pandai, sedang dan kurang. Karenanya, guru perlu mengatur kapan siswa bekerja perorangan , berpasangan, berkelompok atau klasikal. Dengan adanya latar belakang siswa yang seperti itu, maka akan mempengaruhi kondisi kelas. Misalnya ada seorang siswa yang lambat dalam menerima materi yang dijelaskan oleh guru, dengan begitu guru harus ekstra keras dalam mengulang materi yang sudah dijelaskan. Dengan adanya siswa yang seperti itu maka akan mempengaruhi kondisi kelas dan kelas tidak menjadi kondusif.
C.    Hubungan Harmonis Guru – Siswa dalam KBM
Hubungan guru dengan siswa/anak didik di dalam proses belajar-mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan guru-siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu keluaran yang tidak diinginkan.
Dalam hubungan ini,salah satu cara adalah adanya contact hours di dalam hubungan guru-siswa. Contact-hours atau jam-jam bertemu antara guru-siswa, pada hakikatnya merupakan kegiatan  di luar jam-jam presentasi di muka kelas seperti biasanya.
D.    Iklim Kelas Kondusif bagi KBM
Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Iklim belajar yang kondusif harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan. Hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan guru dan di antara peserta didik itu sendiri, serta penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat , sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta didik.
Lingkungan kondusif menurut E. Mulyasa (2004: 16) dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut :
1.      Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.
2.      Memberikan pembelajaran remidial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah.
3.      Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4.      Menciptakan suasana kerjasama saling saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara guru dengan peserta didik.
5.      Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
6.      Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dengan guru.
7.      Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri (self assessment).  
BAB III : Strategi Guru dalam Penciptaan Manajemen Kelas Efektif
Strategi guru dalam menciptakan kelas yang kondusif dan efektif bagi berlangsungnya proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik, maka seorang guru perlu memperhatikan tindakan yang bersifat prevetif dan bersifat korektif, antara lain :
·         Pencegahan (Prefentif) merupakan tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku yang menyimpang, yang dapat menggangu kondisi berlangsungnya proses pembelajaran yang optimal dan efektif. Beberapa tindakan pencegahan menyangkut :
a.       Pengingkatan kesadaran diri sebagai pendidik
b.      Peningkatan kesadaran sebagai peserta didik
c.       Ketulusan guru
d.      Mengenal dan menemukan manajemen alternatif
e.       Menciptakan kontrak sosial
·         Korektif merupakan tindakan koreksi atas tingkah laku yang menyimpang dan dan merusak proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Tindakan terbagi menjadi dua, yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan (dimensi tindakan) serta tindakan penyembuhan (kuratif) terhadap tingkah laku yang sudah terjadi. Kegiatan yang bersifat kuratif antara lain :
a.       Mengidentifikasi masalah
b.      Menganalisis masalah
c.       Menilai alternatif pemecahan
d.      Mendapatkan umpan balik

DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran  (Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Priansa, Donni. 2014. Kinerja dan Profesionalisme Guru. Bandung: Alfabeta
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada


Jumat, 03 April 2015

Pengertian Haid atau Menstruasi

Darah haid adalah darah yang keluar dari farji perempuan dalam keadaan sehat, bukan karena melahirkan anak ataupun pecahnya selaput dara.
Waktu Haid
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa haid itu takkan terjadi sebelum anak perempuan mencapai umur 9 tahun. Jadi kalau dia melihat dari farjinya keluar darah, padahal umurnya belum mencapai 9 tahun, itu bukan darah haid, tapi darah penyakit.
Keluarnya darah ini biasanya berlangsung tiap bulan sekali sampai masa monopause. Dalam hal ini tak ada dalil yang menunjukkan adanya batas umur tertentu bagi terhentinya darah haid. Jadi sekalipun sudah tua, apabila masih melihat keluarnya darah dari farjinya, itupun masih tergolong darah haid. Tapi baiklah kita lihat bagaimana pendapat para ulama pada setiap madzhab.
Madzhab Maliki
Para ulama dalam Madzhab Maliki mengatakan, bila seorang gadis remaja antara umur 9-13 tahun telah mengeluarkan darah, maka hendaknya ia menanyakan hal itu kepada kakak-kakaknya yang telah dewasa dan lebih berpengalaman, apakah itu haid atau buka. Kalau mereka memastikan itu haid atau ragu-ragu, maka anggaplah itu darah haid. Tapi kalau mereka memastikan itu bukan darah haid, maka pendapat mereka patut diikuti, jadi itu bukan darah penyakit. Dan boleh juga menanyakan kepada seorang dokter yang berpengalaman dan terpercaya. Adapun darah yang keluar dari wanita yang umurnya lebih dari 13 sampai dengan 50 tahun, itu sudah pasti darah haid.
Kemudian darah yang keluar dari mereka yang berumur lebih dari 50 sampai 70 tahun, patut ditanyakan kepada  kaum wanita yang lain, dan pendapat mereka harus diikuti. Sedang yang ke luar dari wanita yang melebihi umur 70 tahun, dapat dipastikan itu bukan haid lagi, tapi darah istihadhah (yang akan kita bicarakan nanti). Dan begitu pula darah yang keluar dari gadis kecil yang belum mencapai umur 9 tahun.
Madzhab Hanafi
Darah yang keluar dari anak perempuan umur 9 tahun, adalah darah haid, demikian pendapat yang patut dipilih dari para ulama Madzhab Hanafi. Jadi ia wajib meninggalkan puasa dan shalat. Demikian seterusnya tiap bulan sampai tua di mana ia takkan berharap dapat haid lagi, yaitu jika telah mencapai umur 55 tahun menurut pendapat yang terpilih dalam madzhab ini. Artinya bagi wanita yang umurnya lebih dari 55 tahun tapi masih juga mengeluarkan darah, maka darah itu bukanlah darah haid, kecuali jika ternyata darah itu warnanya kuat, yakni hitam atau merah tua, barulah dapat dianggap darah haid.
Madzhab Hambali
Batas umur iyas, di mana wanita boleh menganggap diriwayatkan kedatangan haid lagi, adalah umur 50 tahun. Jadi kalau sesuadah itu ia masih juga melihat darah ke luar dari farjinya, itu tidak dianggap darah haid, sekalipun nampaknya darah yang kuat warnanya.


Madzhab Syafi’i
Tak ada batas akhir bagi umur haid wanita. Jadi haid itu kapan saja bisa datang selagi wanita itu masih hidup, sekalipun pada umumnya ia akan terhenti pada umur 62 tahun, yaitu yang umum disebut masa iyas (masa putus dari haid).
Sifat Darah Haid
Di antara sifat-sifta yang dapat dijadikan patokan bagi darah haid ialah, bahwa darah itu nampak hangus hampir berwarna hitam, berbau busuk.

Warna Darah Haid
Namun demikian ada warna-warna lain bagi darah haid, selain sifat umum yang dijadikan patokan tersebut. Di atas, warna-warna mana bisa disaksikan oleh wanita yang bersangkutan selama dalam haidnya, yang umumnya ada 6 macam, yaitu hitam, merah, kuning, keruh, hijau, dan kelabu.
Darah yang berwarna hitam atau merah, para ulama sepakat bahwa itu darah haid, berdasarkan hadits sebagai berikut:
“Dari ‘Urwah, dari Fatimah binti Abi Jahsy, bahwa ia mengeluarkan darah. Maka bersabarlah Nabi kepadanya: “ Kalau itu darah haid, maka warnanya kelihatan hitam. Bila demikian halnya, maka berhentilah kamu shalat. Tapi kalau tidak demikian, maka berwudhulah lalu shalat. Karena hanyalahgangguan otot.”
Menurut Asy-Syaukani, hadits di atas merupakan dalil bahwa warna hitam itu bisa dijadikan patokan dalam meneliti sifat darah. Artinya kalau darah itu berwarna hitam, itu darah haid. Sedang kalau berwarna lain, berarti istihadhah.
Adapun yang berwarna kuning, itu sebenarnya air yang nampak seperti nanah campur darah yang lebih kuat warna kuningnya.
Sedang yang keruh itu memang darah. Dan yang dimaksud ialah yang warnanya seperti air keruh. Kemudian yang kelabu, itupun darah juga yang warnanya seperti warna debu tanah. Dan mengenai kedua jenis darah ini pendapat para ulama berbeda-beda.
Menurut para ulama Hanafi dan Syafi’i, keduanya adalah darah haid bila ke luar masih dalam masa haid., yaitu 10 hari menurut Hanafi, atau 15 hari menurut Syafi’i.
Lain halnya pendapat Abu Yusuf. Ia mengatakn, bahwa yang keruh itu bukan haid kecuali bila ke luar sesudah keluarnya darah. Sementara itu Ibnu Hazm, Ats-Tsuari dan Al-Auza’i berpendapat, bahwa baik yang keruh maupun yang kuning kedua-duanya sama sekali bukan haid.
Adapun yang berwarna hijau, bila wanita itu biasa haid, maka yang benar itupun haid juga. Barangkali karena kekeliruan makanan. Tapi kalau yang dilihat hanya yang berwarna hijau itu saja, sedang ia tak pernah melihat warna yang lain, maka itu bukan haid.
Berapa Lamakah Berlangsungnya Darah Haid ke Luar?
Darah haid ke luar paling sedikit selama tiga hari tiga malam, sebanyak-banyaknya 15 hari dan yang sedangselama 5 hari. Dalam hal ini bukan berarti harus keluar terus-terusan tanpa ada hentinya selama masa-masa tersebut. Tapi bila darah terasa mulai keluar, sesudah itu reda, kemudian keluar lagi, maka semuanya dianggap haid.
Banyak hadits yang menjadi dasar dari ketentuan masa haid tersebut, di atas ialah:
“Dari Ar-Rabi’ bin Shabih, bahwa dia pernah mendengar Anas (sahabat Nabi saw.) mengatakan:” Haid tak lebih dari sepuluh hari.”
Dalam pada itu Syaikh Mahmud Khithab As-Subki mengatakan: “Tidak diragukan lagi, bahwa masa haid yang tiga atau sepuluh hari itu tidak dipersyaratkan keluarnya darah terus-menerus selama itu tanpa ada hentinya. Tapi yang penting darah itu keluar pada awal dan akhir masa haid. Bahkan kalau seorang wanita melihat dirinya mengeluarkan darah pada saat terbit fajar di hari sabtu umpamanya, dan darah itu terus-menerus keluar dan baru berhenti ketika terbenam matahari pada hari senin , itu bukanlah darah haid.
Kemudian dari ‘Utsman bin Abi Al-‘Ash ra, bahwa dia mengatakan:
“Bila wanita mengeluarkan haid lebih dari sepuluh hari , maka kedudukannya seperti wanita yang istihadhah. Dan wajib mandi lalu shalat.”
Masa Suci Antara Dua Haid
Masa suci antara dua haid minimal 15 hari, demikian menurut kebanyakan ulama, meski ada juga segolongan yang berpendapat hanya 13 hari saja.
Adapun masa suci yang terpanjang tidaklah ada batasnya. Karena kadang-kadang bisa mencapai lebih dari setahun, kecuali bagi wanita yang menderita istihadhah. Bagi dia haidnya dihitung sepuluh hari dan sucinya 15 hari. Sedang nifasnya dihitung 40 hari, sebagaimana akan kita terangkan nanti.
Dan hal ini, juga bagi wanita yang baru seklai itu mengalami haid . adapun bagi yang sudah pernah haid, hingga ia tahu berapa lama adatnya bila ia datang bulan, dan ternyata kali ini haidnya atau nifasnya lebi dari biasanya melebihi amsa haid atau nifas yang terpanjang, maka ia harus berpegang pada kebiasaannya. Dan selebihnya dianggap istihadhah.
Larangan Bagi Orang yang Sedang Haid
Bagi wanita yang sedang haid, ia tidak diperbolehkan melakukan shalat, puasa, masuk masjid, membaca dan meyentuh Al-Qur’an, thawaf keliling Ka’bah dan bersetubuh. Di samping itu haid merupakan salah satu tanda telah baligh (dewasa) nya seorang remaja puteri.
Sebab Haid
Adapun sebab haid terjadinya haid adalah karena fitrah atau pembawaan belaka yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada kaum wanita anak cucu Adam sebagai cobaan, apakah dengan itu mereka tetap patuh kepadaNya hingga berhak mendapat pahala dari-Nya atau tidak. Demikian sebagaimana dapat kita baca dalam sebuah hadits riwayat ‘Aisyah ra., bahwa Nabi Saw, pernah mengatakan tentang haid:
“sebenarnya ini adalah hal yang telah menjadiketetapan Allah atas puteri-puteri Nabi Adam.”
Persetubuhan yang Dilakukan Setelah Berhentinya Darah Haid
Syaikh Mahmud Khithab As-subki mengatakan, bahwa menurut kebanyakan para ulama (Jumhur) persetubuhan yang dilakukan sehabis berhentinya darah haid sebelum mandi adalah haram, sekalipun berhentinya itu pada akhir masa haid yang terpanjang. Karena Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu (hai laki-laki) mendekati mereka (kaum wanita) sebelum mereka suci.”
Maksudnya sebelum mereka mandi.
Tapi lain lagi pendapat para ulama Hanafi. Mereka mengatakan “Bila haid itu telah melewati batas maksimal dari masa haid yang terpanjang, yaitu 10 hari, maka boleh saja bersetubuh, sekalipun darah belum berhenti keluar, atau sudah berhenti tapi belum mandi. Mnamun lebih disukai (mustahab) bila persetubuhan dilakukan sesudah mandi.”
Dan kata mereka pula,”Sedang kalau darah itu berhenti pada akhir masa haid yang biasa dialami tiap bulannya, sebelum melampaui batas maksimal masa haid tersebutdi atas, maka tetap tidak halal bersetubuh sebelum mandi, atau bertayamum manakala tidak ada air.......”
Hanya lebih hati-hatinya memang harus menghindari persetubuhan bagi wanita yang baru saja habis haidnya sebelum mandi, sekalipun darah itu baru berhenti pada akhir masa haid yang terpanjang. Hal itu karena hati-hati terhadap larangan adalah lebih baik dari pada memanfaatkan keizinan.

DAFTAR PUSTAKA:
Pengarang       : Ibrahim Muhammad Al-Jamal
Penerjemah     : Anshori Umar Sitanggal
Judul Buku      : Fiqih Wanita
Judul Asli        : Fiqhul Mari’ah Al-Muslimah
Penerbit           : CV. ASY-SYIFA’ Semarang

JENIS - JENIS BELAJAR


Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam.
Jenis-jenis belajar antara lain:
1.        Belajar Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kaut di samping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika, astronomi, filsafat, dan materi bidang studi agama seperti tauhid.
2.        Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot/neuromuscular. Tujuannya untuk memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini pelatihan intensif dan teratur amat diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini misalnya belajar olahraga, musik, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektroni, dan juga sebagian materi pelajaran agama, seperti ibadah shalat dan haji.
3.        Belajar Sosial
Belajar sosil pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik utnk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu, belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan proprosional. Bidang-bidang studi yang termasuk bahan pelajaran sosial antara lain pelajran agama dan PPKn.

4.        Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam menguasai konsep, konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi secara insight (tilikan akal) amat diperlukan
Dalam hal ini, hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana belajar pemecahan masalah. Untuk keperluan ini, guru (khususnya yang mengajar eksakta, seperti matematika dan IPA) sangat dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah (Lawson, 1991).
5.        Belajar Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya ialah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan rasional  problem solving, yaitu kemampuan  memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis (Reber, 1988).
6.        Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selai menggunakan perintah, suri teladan dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif di atas ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural. Belajar kebiasaan akan lebih tepat dilaksanakan dalam konteks pendidikan keluarga sebagaimanayang dimaksud oleh UUSPN 2003 Bab VI Pasal 27 (1) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yakni TK dan RA (Raudhatul Athfal) sebagaimana yang diisyaratkan dalam Bab VI Pasal 28 (1) Undang-undang tersebut. Namun demikain, tentu tidak tertutup kemungkinan penggunaan pelajaran agama sebagai sarana belajar kebiasaan bagi para siswa.
7.        Belajar Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgment) arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya, agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (affektifve skills) yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik, dan sebagainya.
Bidang-bidang studi yang dapat menunjang tercapainya tujuan belajar apresiasi antara lain bahasa dan sastra, kerajinan tangan (prakarya), kesenian, dan menggambar. Selain bidang-bidang studi ini, bidang studi agama juga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat pengembangan apresiasi siswa, misalnya dalam hal seni baca tulis Al-Qur’an.
8.        Belajar Pengetahuan
Belajar pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan medalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksperimen (Reber, 1988). Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan.
Contoh: kegiatan siswa dalam bidang studi fisika mengenai “gerak” menurut hukum Newton I. Dalam hal ini siswa melakukan eksperimen untuk membuktikan bahwa setiap benda tetap diam atau bergerak secara beraturan, kecuali kalau ada gaya luar yang memengaruhinya. Contoh lainnya, kegiatan siswa dalam bidang studi biologi mengenai protoplasma, yakni zat hidup yang ada pada tumbuhan dan hewan. Dalam hal ini siswa melakukan investigasi terhadap senyawa organik yang terdapat dalam protoplasma yang meliputi : karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat.

DAFTAR PUSTAKA :
Syah, Muhibbin. (2013). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:

            ROSDA

Rabu, 01 April 2015

Pengantar Ibadah



A.      Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa berarti : taat, tunduk, hina dan pengabdian. Berangkat dari arti Ibadah secara bahasa, Ibn Taymiyah mengartikan Ibadah sebagai puncak ketaatan dan ketundukan yang didalamnya terdapat unsur cinta (al-hubb).
Sedangkan menurut Muhammadiyah Ibadah adalah” Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan olehnya.” (Himpunan Putusan Tarjih, hlm.276)

B.       Pembagian Ibadah
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya , Ibadah dibagi menjadi dua bagian:
  1. Ibadah Khashshah (Ibadah Khusus), yaitu Ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti : thaharah, shalat, zakat, dan semacamnya.
  2. Ibadah Ammah (Ibadah Umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT semata, Misalnya : Berdakwah , melakukan amar ma’ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu dll.

C.       Prinsip-prinsip Ibadah
Untuk memberikan pedoman Ibadah yang bersifat final, Islam memberikan prinsip-prinsip Ibadah sebagai berikut:
1.      Prinsip utama dalam Ibadah adalah hanya menyembah kepada Allah semata sebagai wujud hanya mengesakan Allah SWT (al-tawhid bi-llah). Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT, yang berbunyi:
“Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami minta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah 1:5)
2.      Tanpa Perantara. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
“Dan sungguh benar benar Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh jiwanya. Dan Kami sangat dekat dari pada urat lehernya.” (QS. Qaf 50:16)
3.      Harus ikhlas yakni murni hanya mengharap ridha Allah SWT. keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena keikhlasan inilah jiwa dari ibadah. Tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin ada ibadah yang sesungguhnya. Allah SWT berfirman.
“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah 98:5)
4.      Harus sesuai dengan tuntunan. Allah SWT berfirman:
“Barang siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhanny, maka hendaklah mengerjakan amal shaleh dan ia jangan mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi 18:110)
5.      Seimbang antara unsur jasmani dengan rohani. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
“Dan carilah apa yang Allah berikan kepadamu berupa (kebahagiaan) negeri akhirat, namun jangan kamu lupa bahagiamu (nasibmu) dari (kenikmatan) dunia.” (QS. Al-Baqarah 2:201)
6.      Mudah dan meringankan. Allah SWT berfirman:
“Allah tidak membebani seorang manusia kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah 2:286)


DAFTAR PUSTAKA:
Jamaluddin, Syakir. (2013). Kuliah Fiqh Ibadah. Yogyakarta. LPPI UMY.